TECHNOLOGY UPDATE 2023

OPINI: TECHNOLOGY UPDATE 2023: “KESIAPAN PERUSAHAAN MIGAS DALAM TRANSFORMASI DIGITAL”

Kohn dari Walkme.com mengatakan bahwa banyak perusahaan sebelum pandemi hanya melihat sebelah mata (“nice to know“) saja terhadap Teknologi Digital. Dan, setelah pandemi berakhir ternyata perusahaan-perusahaan yang sudah lebih dulu menerapkan teknologi digital (terutama Teknologi 4.0) melesat, bukan hanya menaikkan pendapatannya tapi juga lebih efisien dalam hal pembiayaan. Artinya profit nya juga meroket naik.

Ambil saja contoh perusahaan Henkel yang mengelola Aker Carbon Capture yang berhasil meningkatkan efisiensi sampai 50%, sehingga menghemat 8 juta Euro selama enam tahun beroperasi. ExxonMobil juga mengklaim dengan membangun Data Quality Center mereka berhasil menghemat waktu hingga 95% dalam melihat dan menyelesaikan permasalahan (problem-solving) operasi di lapangan. Sehingga para geoscientists memiliki kualitas data yang siap untuk menentukan kunci keputusan bisnis yang akan berimbas pada keseluruhan korporasi.

BP yang memiliki bisnis energi global, yang beroperasi di 78 negara dan memberikan produk dan layanan energi, juga telah mendorong transisi ke masa depan yang lebih rendah karbon. BP menggunakan digital, big data, dan teknologi canggih dalam transformasi digital untuk mengembangkan cara baru mengatasi emisi, meningkatkan produknya, termasuk energi terbarukan, seperti energi angin, energi surya, dan biofuel.  Sejak 2016, BP telah menjadi organisasi pertama yang menggunakan “cloud” dan mengubah beberapa perangkat lunak aplikasinya. BP telah memindahkan 32 data dan informasi produksinya ke AWS (Amazon web Services), termasuk mengoptimalkan kilangnya. Dengan teknologi terkini mereka sekarang menjalankan perhitungan-perhitungan yang dulunya memakan waktu 7 jam menjadi hanya dalam 4 menit.

Shell bersama-sama BakerHughes, C3AI, dan Microsoft mengumumkan peluncuran Open AI Energy Initiative™ (OAI), yakni ekosistem terbuka (open-source) pertama dari solusi berbasis kecerdasan buatan (Artificial Intelligence – AI) untuk industri energi dan proses. OAI menyediakan kerangka kerja bagi operator energi, penyedia layanan, penyedia peralatan, dan vendor perangkat lunak independen untuk layanan energi guna menawarkan solusi yang dapat dioperasikan Ini termasuk model, pemantauan, diagnostik, tindakan preskriptif, dan layanan berbasis AI dan teknik fisika.

Chevron di Indonesia mengembangkan IODSC (Integrated Optimization Decision Support Center) di Blok Rokan, Riau. Setelah beralih-kelola ke Pertamina, mereka menggabungkan dengan War Room, yang kemudian menjadi DICE (Digital & Innovation Center). Direktur Utama Pertamina sempat menyampaikan bahwa kinerja Pertamina Hulu Rokan (PHR) dan keberhasilannya menaikkan produksi Wilayah Kerja (WK) Rokan turut didukung oleh penerapan teknologi digital dan berbagai inovasi tersebut.

“Langkah strategis ini merupakan bagian upaya Pertamina dalam mewujudkan operasi yang andal melalui inisiatif Go Digital. Fasilitas ini sangat penting dalam mendukung pengambilan keputusan secara cepat dan tepat, sehingga mendukung pencapaian target produksi,” tutur Nicke Widyawati dalam meresmikan DICE yang berlokasi di Kompleks PHR Rumbai, Pekanbaru, seperti diberitakan beberapa media nasional bulan Agustus 2022 yang lalu.

Demikian juga SKKMigas, tidak mau ketinggalan, mereka membangun sistem monitoring berbagai aktifitas operasi hulu migas yang terintegrasi, yang diberi nama Integrated Operations Center (IOC).

Dalam daftar 10 perusahaan non-migas yang sukses melakukan transformasi digital, tercatat antara lain: Unilever; Starbucks; Porsche; Keller Williams; IKEA; LEGO; DHL; Nike; McDonald; dan Walmart. Selain lebih memberikan kecepatan dan ketepatan dalam pelayanan terhadap pelanggannya, transformasi ini juga mendatangkan kenaikan keuntungan bagi perusahaan dengan imbas ke pencemaran lingkungan yang minimal (green company). Ini karena mereka melakukan transformasi digital secara massive.

Namun, jangan terburu meniru, karena dari data yang dikeluarkan oleh Gartner, dan McKinsey (2022) menyatakan bahwa hanya 5% dari perusahaan yang melakukan Transformasi Digital itu sukses, dalam arti sesuai dengan tujuannya, yakni mengefisiensikan biaya, mengefektifkan kerja, menaikkan produksi, dan mengerek keuntungan yang berkelanjutan. Lalu, apa kesalahan mereka yang gagal bertransformasi digital?

 

Tiga Faktor Kunci

Ada 3 (tiga) aspek yang harus dilibatkan dalam transformasi digital, yakni orang atau organisasi, proses, dan teknologi yang mendukungnya.

Organisasi yang berisi orang-orang pengambil keputusan akan sangat berperan dalam transformasi digital. Keputusan bertransformasi harus datang dari manajemen puncak (top level management). Selanjutnya ditularkan dan diberi arahan (guidance) hingga ke level terbawah.

Perlu digarisbawahi bahwa pemanfaatan Teknologi 4.0 tidak berimbas pada pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi karyawan, tapi akan membantu mengefektifkan dan mengefisiensikan kerja. Juga, dapat memperbaiki system kerja yang lebih handal, aman dan berkelanjutan (reliable, safe and sustain).

Jika pendapatan (revenue) belum bisa naik, tapi biaya bisa ditekan, maka keuntungan pun akan naik. Tentunya semua itu akan berimbas bagi kesejahteraan karyawan, dan perusahaan.

Faktor kedua adalah Proses. Inilah yang membedakan antara digitasi dan digitalisasi. Digitasi adalah memindahkan/mengubah (convert) data dan informasi yang masih analog ke dalam format digital [format 0,1]. Inilah peralihan dari data yang bersifat fisik menjadi digital [physical to digital]. Dalam industri hulu migas, ini seperti data2 seismik, geologi, logging, pemboran yang kemudian di-digitasi.

Sedangkan digitalisasi adalah mengubah proses yang analog menjadi proses digital. Contohnya adalah proses interpretasi seismik atau interpretasi data logging, penentuan titik pemboran, pemilihan mata bor, lokasi pemboran, optimasi produksi, dan lain-lain dilakukan secara digital. Orang sering menyebutnya dengan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence – AI).

Nah, setelah melewati digitasi dan digitalisasi, langkah selanjutnya adalah melakukan Transformasi Digital. Ini menyangkut semua aspek yang terkait bisnis yang dilakukan secara digital. Penentuan strategi rencana jangka pendek – menengah – panjang, evaluasi kinerja, hubungan dengan pelanggan, inovasi produk, penekanan biaya, dan lain-lain diproses secara digital. Orang-orang pengambil keputusan hanya bertugas mengonfirmasi hasil kerja AI ini dengan logika berpikir manusia berdasarkan pengetahuan, pengalaman dan kapasitasnya masing-masing. Di sinilah diperlukan Teknologi yang disesuaikan dengan kebutuhan transformasi itu sendiri, yang akan terkait dengan otomatisasi (automation); ketersambungan (connectivity); dan kecerdasan (intelligent) pada sistem yang ada.

 

Persiapan Transformasi

Lalu, bagaimana cara industri mempersiapkan transformasi digital ini?

Singapore Economic Development Board (EDB) mengadopsi dan kemudian merilis cara penilaian yang sekarang menjadi platform global tentang kesiapan industri menerapkan Teknologi 4.0 dalam transformasi digital, yang diberi nama SIRI (Smart Industry Readiness Index).

Dalam artikel mereka disebutkan bahwa yang pertama kita harus menentukan prioritas yang mengacu pada Prioritization Framework. Kerangka kerja ini terdiri dari asesmen keadaan perusahaan pada saat ini (Today’s Status), lalu menentukan Inovasi apa yang dapat dilakukan yang memiliki Impacts to Bottom Line. Langkah ini akan lebih berimbas pada efektifitas dan efisiensi kerja yang terkait dengan pembiayaan (costs) dan keuntungan yang akan didapat. Selanjutnya, memilih bisnis (bidang) yang Esensial untuk dikembangkan dengan menentukan KPI (key performance indicators) di tiap bagian atau departemen. Dan, terakhir melihat Referensi pada bisnis sejenis yang ada. Keempat langkah ini biasa disingkat dengan TIER (Today’s Condition, Innovative Action/Impact to Bottom Line, Essential Business Objectives, dan References).

Dari sini kemudian dilakukan lagi 4 (empat) langkah yang membawa semua komponen dalam perusahaan yang terlibat dalam organisasi, proses, dan teknologi melakukan perjalanan (journey) Transformasi Digital. Perjalanan ini dikenal dengan singkatan LEAD, yakni Learn, Evaluate atau Explore, Architect atau Adoption, and Deliver.

Learning, merupakan langkah kunci pertama pembelajaran yang terdiri dari pemahaman konsep utama tentang Transformasi Digital. Pada langkah ini kita membangun pemahaman “bahasa” yang mudah dipahami untuk meleburkan semua kepentingan demi tujuan bersama dalam transformasi yang akan dijalani.

Evaluate atau Explore merupakan tahap penilaian tingkat-tingkat kematangan (maturity) dari Teknologi 4.0 yang akan digunakan dalam fasilitas yang sudah tersedia.

Architect atau Adoption adalah langkah mendesain peta jalan (roadmap) strategi transformasi yang akan dilakukan secara komprehensif.

Deliver merupakan langkah eksekusi yang berkelanjutan dari inisiatif-inisiatif yang telah dicanangkan pada saat memulai transformasi.

Keempat langkah inilah yang akan membawa perjalanan transformasi digital sukses untuk menyempitkan celah (gap) dari sekadar ingin tahu (nice to know) dan hanya karena kepedulian (awareness) menjadi implementasi dalam keputusan bisnis.

 

SIRI

Seperti disebutkan di muka, bahwa untuk menilai tingkat kesiapan suatu perusahaan dalam melakukan Transformasi Digital dapat menggunakan platform SIRI (Smart Industry Readiness Index).

SIRI merupakan sistem penilaian indeksasi yang terdiri dari 3 pilar dan 16 dimensi kuantifikasi dari beberapa aspek yang kualitatif. Index ini merupakan hasil kajian yang mendalam yang dilakukan oleh berbagai konsultan dan praktisi manajemen, antara lain: Fraunhofer Institute, McKinsey & Company, SAP, Siemens, dan TÜV SÜD, Mereka menyusun kerangka prioritasi dan dimensi yang terkait aspek Proses, Teknologi, dan Organisasi (orang). Mereka menamakan ketiganya sebagai Pillars.

Dari sisi Process, SIRI menilai pada dimensi Operasi, Supply Chain, dan Product Life-cycle. Dimensi Operasi akan melihat integrasi vertikal secara hierarki dalam industri tersebut.  Ini akan menilai apakah sudah terjadi interaksi yang terintegrasi antara front liners dengan para manajer, dan manajemen puncak; apakah setiap perubahan di bottom level akan diketahui oleh manajemen; dan apakah sudah secara otomatis jika terjadi perubahan dana dan informasi tersebut dapat direspon dalam hierarki organisasi perusahaan.

Dimensi Supply Chain menilai integrasi horizontal antar bagian atau departemen atau antar entitas bisnis atau stakeholders yang terkait. Hal ini akan mencerminkan tingkat hubungan yang terjalin apakah sudah secara otomatis terintegrasi atau masih pada tahap hanya terhubung melalui komunikasi biasa (konvensional).

Dimensi Product Life-Cycle menilai hal yang terkait dengan tingkatan desain dan pengembangan produk, termasuk rekayasa (engineering), jasa (services), manfaat bagi pelanggan, dan daur ulang atau pembuangan limbah (disposal) jika ada.

Pilar yang kedua adalah Teknologi yang memiliki 9 dimensi, yakni Automation; Connectivity; dan Intelligent, yang masing-masing terdapat pada area tempat kerja (shop floor), perusahaan (enterprise), dan fasilitas. Dimensi ini menilai seberapa canggih teknologi yang diterapkan pada masing-masing lingkungan kerja ini dilihat dari sisi otomasi (automation), ketersambungan (connectivity), dan kecerdasan (intelligent).

Pilar yang ketiga adalah Organisasi yang memiliki 4 dimensi, yakni dikelompokkan pada kesiapan tenaga terampil (Talent Readiness) dan Struktur Organisasi & Manajemen. Pada Talent Readiness terdapat dimensi Pengembangan dan Pembelajaran Pekerja (Workforce Learning & Development); dan Kecakapan Kepemimpinan (Leadership Competency). Sedangkan Struktur Organisasi & Manajemen meliputi dimensi Kolaborasi di dalam Perusahaan dan antar Perusahaan; serta Strategy & Governance sebagai dimensi yang terakhir.

Enam belas dimensi ini menjadi acuan dalam indeksasi suatu perusahaan yang melakukan Transformasi Digital. Seberapa siap dan sukses suatu perusahaan dalam menerapkan transformasi ini, akan tergantung dari nilai indeksasi dan tindak-lanjutnya. Jadi, yang dinilai bukan melulu pada kesiapan teknologi digital, tapi juga pada proses dan organisasi. Hasil dari indeksasi ini nantinya akan dibandingkan dengan referensi perusahaan sejenis yang telah melakukan transformasi digital, sehingga diketahui posisi perusahaan yang menjadi objek penilaian tersebut.

Dengan menggunakan platform SIRI, DEA (Digital Energy Asia) bekerja sama dengan YIN (Yokogawa Indonesia) telah melakukan indeksasi pada suatu perusahaan hilir migas, dan siap membantu perusahaan Anda dalam melakukan Transformasi Digital dalam menyongsong era digitalisasi sekarang ini dan masa depan.

Indeksasi ini akan memetakan bidang apa saja yang sudah pada arah yang benar, dan mengoreksi langkah-langkah yang masih memerlukan perbaikan, sehingga kesuksesan transformasi akan menghasilkan kerja efektif dan efisien, yang akhirnya akan meningkatkan kinerja (:profit) perusahaan.***


Salis S. Aprilian, Ph.D., adalah pengamat dan praktisi sektor energi; Pendiri dan Direktur Utama PT Digital Energy Asia.

1 thought on “OPINI: TECHNOLOGY UPDATE 2023: “KESIAPAN PERUSAHAAN MIGAS DALAM TRANSFORMASI DIGITAL””

  1. Terima kasih atas informasinya terkait update teknologi tahun 2023. Jasa Augmented Reality Jakarta merupakan salah satu penyedia jasa di bidang teknologi yang cocok untuk membangun bisnis digital anda.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *